Cara Sama Menanggulangi TBC dan COVID-19

Artikel ini terakhir di perbaharui April 2, 2021 by Rinaldi Syahran
Cara Sama Menanggulangi TBC dan COVID-19

Cara sama menanggulangi TBC dan COVID-19  – Prof. Tjandra Yoga Aditama (Wakil Ketua Komite Ahli Penanggulangan Tuberkulosis 2021) menyatakan dari program penanggulangan COVID-19 seperti tracing, testing, dan treatment, cara yang sama dapat dilakukan juga untuk tuberculosis (TBC). Kemudian, memakai masker juga jelas bisa mencegah penularan COVID-19 dan penularan TBC.

Pernyataan itu dia sampaikan secara virtual di Jakarta, Selasa (23/3), tepatnya, pada Konferensi Pers Hari TBC Sedunia.

”Jadi masker ini memang penting untuk mengurangi penularan semua penyakit yang dikeluarkan lewat saluran pernapasan. Kita harapkan semua pelayanan kesehatan itu berjalan baik untuk menangani COVUD-19 dan juga untuk menangani TBC,” tuturnya.

Sebagai contohnya, penelusuran kontak dari kasus COVID-19 yang positif dilakukan guna mencegah terjadinya penularan. Begitu pula penelusuran kontak dari kasus TBC yang positif diperlukan guna mencegah penularan.

Penyakit COVID-19 tidak akan selesai apabila hanya mengandalkan peran pemerintah, harus terdapat juga keterlibatan masyarakat guna menangani penyakit itu. Tindakan yang sama pula berlaku buat TBC.

dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, mengatakan TBC masih merupakan sebuah masalah kesehatan utama yang terdapat di dunia, khususnya Indonesia. Diperkirakan, ada 845 ribu kasus TBC biasa dan 24 ribu kasus TBC resisten yang terdapat di Indonesia.

Pada kondisi pandemi COVID-19 di tahun 2020, dari 845 kasus TBC yang seharusnya, ditemukan hanya 350 ribu atau 349 ribu kasus. Sementara buat kasus TBC resisten, dari 24 ribu kasus TBC yang harusnya ditemukan, hanya 860 kasus saja.

Persentase estimasi kasus yang ditemukan di tahun 2018 dan 2019, sebesar 60%. Ternyata di tahun 2020 hanya 30% kasus yang ditemukan tersebut.

”Ini menjadi alarm kita di 2021 untuk segera bisa kembali kepada jalur untuk kita segera menemukan jumlah kasus sesuai dengan estimasi tadi,” tutur dr. Nadia.

Selama terjadinya pandemi COVID-19 di Indonesia, pelayanan terhadap pasien kasus TBC dilakukan dengan protokol kesehatan yang menyesuaikan dengan situasi pandemi COVID-19. Pelayanan terhadap kasus TBC dipastikan akan tetap berjalan dan frekuensi dari penemuan pasien TBC tak akan menurunkan kualitas.

Cara itu dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap pengobatan secara elektronik via whatsapp atau pun sarana elektronik yang lainnya.

”Jadi setiap hari pasien dihubungi melalui alat komunikasi baik itu ke pasien ataupun keluarga pasien. Jadi pada saat pengambilan obat di Puskesmas atau di rumah sakit akan dimintakan nomor kontaknya sehingga bisa dilakukan pemantauan pengobatan secara elektronik,” ucap dr. Nadia.

Selain itu, terdapat juga kebijakan relaksasi interval dalam pengambilan obat. Pada kasus TBC sensitif buat fase intensif obat TBC dapat diberikan dalam kurun waktu dari 14 sampai 28 hari, sementara itu pada pengobatan lanjutan, jangka waktunya adalah 28 hari sampai dengan 56 hari di mana yang sebelumnya ini hanya 2 minggu.

Bagi pasien yang mengidap TBC resisten, obat diberikan kemudahan juga, yakni tiap 7 hari dan pada lanjutannya ialah pada fase 14 sampai dengan 28 hari.

”Kami mengimbau masyarakat yang memiliki gejala batuk melebihi waktu dua minggu ataupun batuk-batuk yang diketahui tidak sembuh dengan pengobatan obat batuk biasa untuk segera memeriksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tidak perlu takut untuk mendatangi Puskesmas atau rumah sakit,” ucapnya.

Demikian berita dari Kementerian Kesehatan Indonesia tentang cara sama menanggulangi TBC dan COVID-19. Jangan lupa baca berita kesehatan lainnya dan juga artikel seperti nama bayi laki-laki kristen hanya di Info Pasien!

Rinaldi Syahran
Homo Homini Lupus!